Keadaan kepepet seringkali memaksa orang buat bertindak kreatif. Kalau tidak percaya, coba tanyakan itu pada Rosmaini Alesha.

Saat itu medio 2010, Rosmaini bekerja sebagai guru sebuah taman kanak-kanak di Batam. Suatu hari, dua anaknya berulang tahun dan Rosmaini ingin membeli kado untuk mereka. Namun di dompetnya hanya ada uang Rp100 ribu yang diperkirakan tidak akan cukup untuk kado dua orang anak.

Maka dia kemudian berpikir bagaimana cara menambah uangnya. Eureka! Dia kepikiran membuat keripik pisang. Maka bergegas dia ke pasar, membeli 10 kilogram pisang tanduk, memarutnya, memberi garam, dan digoreng. Dari pisang itu, jadilah 25 bungkus keripik. Kemasannya hanya ditaruh plastik dan dilem pakai lilin. Setelahnya, keripik itu dia bawa ke koperasi sekolah.

“Saya mau beli kado, tapi duit saya kurang. Jadi beli dong keripik saya, harganya terserah kalian saja,” kenang Rosmaini mengingat momen pertamanya berjualan.

Keripiknya ternyata laku keras, terjual habis. Sore itu, dengan uang Rp300 ribu hasil berjualan keripik, Rosmaini bisa beli kado untuk dua anaknya.

Momen itu membuat Rosmaini sadar, keripik buatannya punya potensi untuk dijadikan usaha. Sekolahnya adalah sekolah akreditasi A di Batam, termasuk satu dari sekian sekolah elite. Kala itu muridnya mencapai 400 orang, dengan jumlah guru 25 orang. Rosmaini berpikir guru, murid, dan orangtua murid adalah calon pembeli potensial.

Maka besoknya dia mulai mendaftar siapa saja yang mau pesan keripik pisang buatannya. Kali ini para pembeli tidak hanya pesan satu-dua bungkus, melainkan satu kilogram. Berjualan keripik kala itu juga membantu Rosmaini melewati masa sulit: perceraian. Ini membuatnya punya pemasukan tambahan, sekaligus membuatnya tetap sibuk. Meski untuk itu dia harus pontang-panting mempersiapkan segala hal.

“Jadi di awal itu, saya minjam banyak ke saudara dan keluarga. Modal uang pinjam ke Mak Cik, wajan pinjam kompor pinjam,” kata Rosmaini.

Sejak itu, setiap hari Rosmaini membawa keripik pisang ke sekolah. Sama seperti awal dia berjualan, keripiknya menuai banyak penggemar. Setelah setahun, pada 2011, Rosmaini mulai mengembangkan usahanya. Dia menitipkan keripik pisangnya ke warung-warung. Rosmaini belum bisa masuk ke supermarket atau minimarket karena belum mengurus perizinan Produk Industri Rumah Tangga (PIRT).

Setelah usahanya berkembang, baru Rosmaini mengurus izin PIRT. Di sana dia harus memikirkan nama merek usahanya. Awalnya Rosmaini memakai nama Green Snack, karena produknya adalah keripik sehat. Namun pada 2015, setelah mengikuti sebuah pelatihan wirausaha, Rosmaini mengganti nama mereknya jadi Narata Snack.

“Itu dari Bahasa Batak, artinya hijau. Menurut saya, hijau itu sehat, damai, baik,” ujar Rosmaini.

Keripik sehat bukan hanya kecap manis belaka. Keripik Narata memang punya proses berbeda. Dengan memasak keripik di bawah suhu 80 derajat dengan menggunakan vacuum fryer, produk Narata diklaim lebih sehat. Maka sejak 2017, Rosmaini membubuhkan tagline: healthy snack untuk produknya. Setelah keripik pisang, Rosmaini berinovasi dengan mengembangkan banyak produk. Ada keripik salak, nangka, hingga pisang oven. Total saat ini mereka punya 10 produk.

Selain dimasak dengan cara yang lebih sehat, produk Narata Snack tidak menggunakan pengawet, tidak pakai garam juga. Narata benar-benar membekukan buah pakai mesin, kemudian diparut, dan dimasak dengan vacuum fryer.

“Jadi tidak pakai gula, tidak pakai garam, tidak pakai bumbu apa-apa lagi,” kata Rosmaini.

Sejak mengikuti banyak pelatihan wirausaha, Narata Snack terus berkembang lebih besar. Kemasan yang dulu seadaanya —berupa plastik yang dilem dengan api lilin kini sudah dikemas dengan aluminium foil. Sebelumnya tak punya logo, sekarang udah ada logo.

Sekarang, Rosmaini bisa membuka lapangan kerja. Karyawannya sudah ada delapan orang. Produk mereka dibanderol antara Rp20 ribu hingga Rp40 ribu, dan mudah ditemukan di berbagai toko oleh-oleh, supermarket, minimarket, media sosial, juga marketplace. Produk Narata Snack juga sudah mulai diekspor ke Singapura dan Malaysia.

Rosmaini saat ini sedang berusaha mengembangkan lagi pasar ekspor. Tiga tahun lagi, ujarnya, ingin konsisten melakukan ekspor ke Singapura. Selama ini ekspor yang mereka lakukan masih terbatas secara kuantitas. Karenanya Rosmaini ingin tiga tahun lagi ekspor Narata akan lebih maksimal. Rosmaini juga yakin, kualitas produknya sudah layak bersaing di pasar kudapan dunia.

“Jadi ke depan, selain mengusahakan konsisten di pasar ekspor, kami juga ingin meningkatkan digital marketing produk kami,” tutur Rosmaini.

Share: