“Saya dulu kuliah ekonomi lalu jadi perancang busana pernikahan, tapi semenjak dibina Bank Indonesia khususnya masuk IKRA Indonesia, saya semakin tertarik dengan karawo dan ingin mempopulerkannya terutama ke anak-anak muda. Supaya mereka bisa bangga pakai karawo khas Gorontalo.”

Di bangunan pinggir jalan yang terdiri dari beberapa ruangan, termasuk ruang kerja berisi lebih dari 5 mesin jahit dan ruang tamu lengkap dengan rak untuk memamerkan kain karawo, Ramdhan atau yang akrab dipanggil Nuna, pemilik brand Tethuna—anggota IKRA Indonesia— bercerita tentang asal muasal dirinya mengembangkan kebudayaan khas Gorontalo yakni karawo. Sembari ditemani Mami Eda, salah seorang pengrajin karawo yang biasa berkolaborasi dengan Tethuna, Nuna juga menjelaskan bagaimana karawo itu tercipta dari benang hingga baju yang belum lama tampil di Dubai.

Sederhananya, karawo diawali dari adanya desain motif yang akan diaplikasikan ke kain berserat. Kain yang menjadi dasar dilubangi satu per satu sesuai pola lalu disulam sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan indah karya tangan para ibu utara Sulawesi. Kedengarannya mungkin sederhana, tapi kenyataannya penyulamannya tak semudah itu. Secara teliti benang yang tipis harus satu persatu disulam manual hingga menjadi satu kesatuan motif.

Karawo sendiri merupakan sulaman khas Gorontalo yang eksistensinya sebenarnya sempat memudar. Semakin hilangnya kebanggaan karawo karena keengganan banyak orang terutama anak muda mengenakannya. Pengaplikasiannya tak jauh-jauh untuk busana formal. Namun, sederet kegiatan digagas Bank Indonesia dan berbagai pihak untuk kembali mengangkat karawo. Salah satunya melalui pembinaan para pelaku usaha, termasuk Tethuna.

“Saya pengen anak muda tidak malu pakai karawo. Karawo ini bisa dipakai untuk baju-baju kekinian atau motif sekarang,” tutur Nuna yang hari itu saat ditemui mengenakan gamis print kombinasi karawo.Bagaimana menciptakan rasa bangga memakai karawo? Nuna membuat desain yang mengikuti minat anak muda. Ia menyasar langsung anak muda lalu para orang tua mulai kembali melirik dan mengikuti. Motif-motif karawo ia buat lebih modern seperti geometris dan kartusn. Hasilnya kini karena para pelaku usaha yang gigih serta inovatif, termasuk Nuna dan berbagai stakeholders, karawo kembali in.

Berjamaah melalui sulam Gorontalo

Tethuna, usaha syariah sektor fesyen yang menjadi anggota IKRA Indonesia sejak 2020 memang memiliki daya juang dan semangat yang tinggi. Sebuah nilai khas dari para pelaku usaha syariah untuk dapat maju secara bersama-sama atau berjamaah. Selain memang berusaha mengangkat local wisdom berupa karawo dengan gaya yang lebih terkini mengikuti perkembangan fesyen dunia, Nuna melalui brand-nya mampu meningkatkan perekonomian warga setempat. 

Sebanyak 8 pegawai jahit dan 50 pengrajin hadir sehar-hari berkolaborasi dengan Tethuna untuk menciptakan aneka busana indah nan khas dari sulaman Gorontalo. Para pengrajin sendiri merupakan para kelompok-kelompok pengrajin yang secara turun temurun telah mewarisi budaya sulaman. Mereka pun terbagi menjadi beberapa keahlian khusus; melubangi kain, menyulam, dan mengikat.

Keterampilan para ibu-ibu dalam menyulam karawo itu tak bisa digantikan tangan. Menurut Nuna, pernah ada peneliti dari Jepang coba membuat mesin khusus, tapi belum berhasil. Alhasil, memang dibutuhkan regenerasi lewat berbagai sisi, termasuk kurikulum untuk melanjutkan budaya menyulam karawo. Dan dalam berbagai kesempatan bila sedang dibanjiri pesanan, Tethuna maupun para pelaku usaha karawo lain tak saling sikut malah berkolaborasi satu sama lain.

Dari para tangan ibu di Gorontalo yang menyulam di rumah masing-masing itu, busana padu padan motif karawo berhasil kian mendunia. Nuna bersama brand-nya Tethuna pernah berangkat ke Turki dan produk-produk karawonya laris diborong orang di Turki. 

Pada pertengahan Maret 2022, dalam gelaran Indonesia Modest Fashion Day yang merupakan bagian dari Bank Indonesia Special Week World Expo Dubai 2020, Tethuna menjadi salah satu perwakilan anggota IKRA Indonesia yang diikutsertakan dalam peragaan busana di Timur Tengah itu. Melalui koleksi bertema Sunset Sunrise, Tethuna membawa 6 looks dengan motif klasik karawo Gorontalo.

“Para ibu ini Nuna kasih tahu kalau baju-bajunya akan dibawa untuk show, jadi biar mereka juga semangat dan senang,” ujar Nuna.

Perjalanan brand Tethuna belum berhenti di Dubai. Melalui berbagai terobosan dan pengembangan produk serta bisnis, karawo bukan tak mungkin akan semakin diminati dunia. Kuncinya ialah berkolaborasi, berjamaah untuk terus mengharumkan warisan budaya lokal bernilai tinggi.

Share: