Pada tahun 2015, Lutfia Fataty dan suaminya Ahmad Sofikh mulai memasarkan produknya di Car Free Day Palembang tiap akhir pekan. Sempat berjualan di kaki lima hingga akhirnya kini Lutfia memiliki toko aksesoris yang diberi nama Pyo Jewelry.

Untuk membantu perekonomian keluarga, Ibu rumah tangga yang merantau ke ini pernah bekerja di salah satu bank, tapi memilih resign dan memberanikan memulai bisnis ini. Saat bekerja di perbankan ia merasa itu bukan dunianya, justru saat melakoni bisnis ini secara tidak langsung mengasah hobinya tentang sejarah dan semiotika, bidang yang dia ambil ketika kuliah di Fakultas Sastra.

“Awalnya saya hanya menjadi reseller. Seiring berjalannya waktu, banyak rintangan yang saya hadapi. Muncul kompetitor menjual barang yang sama sehingga mengakibatkan adanya perang harga, sehingga membuat saya harus memutar otak untuk mempertahankan bisnis ini. Lalu saya mulai mencoba membuat sendiri aksesoris belajar dari YouTube,” ujar Lutfia

“Akhirnya saya branding bisnis. Dulunya namanya Pyo Mutiaraqu kemudian menjadi Pyo Jewelry dengan dua tema, yaitu heritage dan kontemporer.”

Heritage Jewelry, merupakan perhiasan antik atau replika perhiasan peninggalan kebudayaan Nusantara. Bentuknya beragam, mulai pending, kalung anak ayam, dan kalung tapak jajo. Koleksi aksesoris ini dapat dikenakan oleh berbagai kalangan dengan tetap menceritakan filosofi dari masing-masing produk sehingga tetap ada unsur pembelajaran sejarahnya.

Sedangkan perhiasan kontemporer Pyo mengusung salah satu desain heritage tetapi bentuknya dibuat berbeda agar lebih diterima secara global. Terdiri dari perhiasanperhiasan seperti kalung, gelang, anting dan lainnya yang terbuat dari bahan baku batu-batu alam khas Sumatera Selatan berupa koral laut dan sebagainya. Produk batubatuan ini kemudian dibingkai dengan desain masa kini yang lebih mengikuti zaman dan eksklusif. Koleksi-koleksi perhiasan dan aksesoris ini juga ada yang terbuat dari bahan baku mutiara asli.

“Ya begitulah awalnya hanya asal dapat duit, tetapi sekarang tujuannya bukan lagi mencari duit tapi mengembangkan bisnis,” ujarnya.

Setelah mendapat pembinaan dari Bank Indonesia, Lutfia memberanikan diri untuk membuka toko di mall dan sekarang sudah memiliki empat showroom. Ia juga melayani made by order seperti menerima custom emas murni. Selain menjual produk jadi, Pyo Jewelry juga melayani pelatihan workshop membuat perhiasan seperti kalung dan bros. Pelatihan ini biasanya diikuti oleh ibuibu PKK tiap minggunya. Selain menjual secara offline, Pyo Jewelry juga memasarkan online melalui Instagram dan sudah terdistribusi ke kota besar di Indonesia dan ekspor ke Vietnam, Amerika, Malaysia dan Singapura.

Produk yang diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas, dengan varian produk paling murah mulai dari kuningan, tembaga lapis emas, dan perak lapis emas ini dijual dengan kisaran harga Rp250 ribu hingga jutaan rupiah. Harga tergantung dari desain dan bahan yang digunakan.

Hingga saat ini ia memiliki 7 pekerja yang sudah memiliki pengalaman dalam membuat perhiasan. Menurutnya untuk mendapatkan produk perhiasan yang berkualitas, ia membutuhkan pegawai yang memiliki skill mumpuni karena dalam proses pembuatan perhiasan membutuhkan detail ketelatenan dan ketelitian.

“Alhamdulillah Pyo Jewelry menerapkan konsep zero waste, memanfaatkan limbah tembaga dan kuningan. Jadi tidak ada limbah yang dibuang semua bahan dimanfaatkan”

Ke depannya ia ingin bisa membeli alat yang lebih canggih agar produksi Pyo Jewelry bisa lebih cepat.

“Karena saya memiliki banyak mimpi besar yg belum tercapai, kita kan harus punya mimpi, kalau saya setiap awal tahun punya target, jadi misalnya tahun ini belum tercapai maka akan saya kejar pada tahun selanjutnya, hingga mimpi saya harus selalu terpenuhi,” pungkas Lutfia.

Share: